Selasa, 08 Maret 2011

Demokrasi Afirmasi di Indonesia


Demokrasi Afirmasi di Indonesia
Asrudin - suaraPembaca

Jakarta - Hari ini, tanggal 8 Maret 2011, tepat para perempuan dan "laki-laki" memperingati Hari Perempuan Sedunia.

Mengapa tanggal 8 Maret menjadi sakral bagi para perempuan sedunia, karena hari ini adalah hari dimana seharusnya telah terpenuhi penghormatan atas hak-hak asasi perempuan; hak suara untuk ikut dalam pemilihan umum dan mendapatkan posisi di dalam pemerintahan; hak untuk memperoleh pekerjaan dan dihilangkannya diskriminasi dalam pekerjaan; dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi perempuan atas maraknya aksi kekerasan terhadap perempuan baik secara seksual ataupun fisik.

Lalu apa makna hari perempuan sedunia bagi para perempuan di Indonesia? Apakah semua hak-hak perempuan di Indonesia yang disebutkan di atas telah terpenuhi atau justru sebaliknya?

Sejak reformasi bergulir pada tahun 1998 harapan akan tumbuhnya budaya demokrasi yang sehat akan terjadi di Indonesia. Pemilihan Umum yang dilakukan secara luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur, adil) pada 1999 membuat perempuan mendapatkan kesempatan untuk ikut berkompetisi dalam memperebutkan kursi di parlemen.

Tapi ironis bagi perempuan, reformasi 1998 yang menghasilkan demokrasi 1999 justru mengurangi jumlah perempuan di parlemen secara signifikan. Pemilu demokratis pertama setelah Orde Baru itu, justru menghasilkan jumlah perempuan di DPR lebih sedikit jika dibandingkan dengan tiga pemilu Orde Baru.

Sejak Pemilu 1987, persentase perempuan di DPR tidak pernah turun dari dua digit: 1987 (13,0%), 1992 (12,5%), dan 1997 (10,8%). Namun persentase perempuan di DPR hasil Pemilu 1999 hanya 9,0% (detiknews.com).

Karena itu, seperti yang dikatakan dalam kajian Puskapol FISIP UI, untuk dapat meningkatkan aspirasi perempuan di parlemen perlu segera dilakukan afirmasi internal partai politik untuk perempuan. Hal ini penting dilakukan karena dengan afirmasi, perempuan akan lebih banyak berkiprah dalam kancah perpolitikan di Indonesia dalam hal representasi perempuan di legislatif, baik jumlah maupun kompetensinya.

Kebijakan afirmasi (affirmative policy) internal partai politik untuk perempuan, sebagaimana yang dituntut oleh para aktivis dan organisasi-organisasi perempuan adalah kuota sebesar 30% dalam pemilu yang dilangsungkan secara demokratis.

Menariknya adalah setelah melalui proses perjuangan panjang dengan desakan, media, dan lobi ditingkat elit, seperti yang dilakukan oleh para aktivis ataupun organisasi perempuan, tuntutan kebijakan afirmasi berhasil dilakukan. Kebijakan tersebut akhirnya tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 13 ayat (3) UU No. 31/2002 memuat perlunya keadilan gender dalam kepengurusan partai, dan Pasal 65 ayat (1) UU No. 12/2003 untuk pertama kalinya menerapkan kebijakan kuota 30% representasi perempuan dalam susunan daftar calon anggota legislatif.

Sesuai prediksi bahwa kebijakan afirmasi ini ternyata mampu meningkatkan keterwakilan jumlah perempuan di parlemen. Jika jumlah anggota perempuan DPR hasil Pemilu 1999 adalah 45 orang atau 9% dari 500 anggota, maka hasil Pemilu 2004 jumlahnya meningkat menjadi 61 orang atau 11,5 % dari 550 anggota DPR. Sementara itu jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perempuan hasil pemilu 2004 berjumlah 26 orang (18,8 persen) dari 132 anggota DPD.

Perjuangan perempuan tidak berhenti sampai di sini. Menjelang pemilu tahun 2009, para aktivis dan organisasi perempuan terus mengkampanyekan kebijakan afirmasi. Sekali lagi kebijakan afirmasi tersebut kembali termuat dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 2 ayat (5) UU No. 2/2008 secara tegas mengharuskan partai politik menempatkan sedikitnya 30% perempuan dalam kepengurusan partai. Dan untuk lebih mempertegas kuota 30% perempuan, Pasal 55 ayat (2) UU No. 10/2008 mengadopsi susunan daftar calon model zipper yang dimodifikasi, yakni dalam setiap tiga calon, sedikitnya terdapat satu calon perempuan.

Sesuai prediksi bahwa kebijakan afirmasi ini kembali meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen. Jika pada tahun 2004 anggota DPR hanya berjumlah 61 orang, maka pada pemilu 2009 jumlah anggota DPR-RI perempuan meningkat menjadi 101 orang (18.04 persen) dari 550 anggota DPR. Begitupula pada tingkat DPD, jika pada tahun 2004 anggota DPD hanya berjumlah 26 orang, maka pada pemilu 2009 jumlah anggota DPD perempuan mengalami peningkatan menjadi 34 orang (27,27 persen) dari 132 anggota DPD.

Meski demikian, walaupun keterwakilan jumlah perempuan terus meningkat sampai pada pemilu 2009, tapi dari segi kuantitatif jumlah anggota DPR dan DPD perempuan masih jauh di bawah laki-laki. Jika dilihat dari sisi proses pembuatan kebijakan berdasarkan jumlah keterwakilan, maka jelas bahwa kebijakan yang akan dikeluarkan oleh DPR dan DPD tetaplah produk kebijakan laki-laki.

Oleh sebab itu, ke depan jika keterwakilan perempuan tetap di bawah jumlah keterwakilan laki-laki, jangan pernah berharap bahwa hak-hak perempuan dalam lapangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya dapat terpenuhi.

Tapi demokrasi adalah proses pembelajaran. Kebijakan afirmasi yang terus-menerus diperjuangkan oleh para pembela perempuan meskipun lambat pasti akan menuai hasil dimasa depan, karena kebijakan afirmasi ini akan terus meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan, dan bukan tidak mungkin jumlah keterwakilan ini akan sampai pada titik keseimbangan kuota 50-50 untuk laki-laki dan perempuan sehingga dapat terwujud apa yang saya sebut sebagai demokrasi afirmasi. Selamat Hari Perempuan Sedunia.

Penulis adalah analis media sosial di LSI Network dan penulis buku Global Warming (diterbitkan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika).


Sumber : http://suarapembaca.detik.com/read/2011/03/08/150401/1586984/471/demokrasi-afirmasi-di-indonesia?882205471

Tidak ada komentar:

Posting Komentar