Selasa, 26 Oktober 2010

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila merupakan ideologi nasional negara Indonesia. Secara umum ideologi merupakan kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh serta sistematis yang menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan politik, pertahanan, kemanan, sosial, kebudayaan, dan keagamaan.
Makna ideologi di Indonesia tercermin pada falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Karena, Pancasila mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh bangsa Indonesia di yakini paling benar. Pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam pembukaan UUD 1945, walaupun UUD 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan (amandemen), Pancasila tetap menduduki posisi sebagai ideologi nasional dalam UUD 1945.
Ideologi berasal dari Kata Yunani Idein artinya melihat dan logia yang berarti kata, ajaran. Ideologi secara praktis diartikan sebagai sistem dasar seseorang tentang nilai- nilai dan tujuan- tujuan serta sarana- sarana pokok untuk mencapainya.
Jika diterapkan untuk negara, maka ideologi diartikan sebagai kesatuan gagasan- gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, sosial maupun dalam kehidupan bernegara.
Pancasila dilihat dari sifat- sifat dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Pancasila Sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi- dimensi idealitas, normatif dan realitas. Rumusan- rumusan pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat umum, universal, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUd 1945.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai Ideologi negara, diharapkan mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan jaman di era globalisasi ini. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Suatu ideologi negara, merupakan hasil refleksi manusia berkat kemampuanya mengadakan distansi (menjaga jarak) terhadap dunia kehidupannya. Antara keduanya, yaitu ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang disatu pihak memacu ideologi makin realistis dan dilain pihak mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.
Nilai luhur yang terkandung dalam ideologi Pancasila tentunya perlu implementasi, yang menjalankan adalah seluruh rakyat warganegara, tanpa aktualisasi maka nilai tersebut tidak mempunyai arti apa-apa. Disinilah perlunya partisipasi, sedang partisipasi adalah dukungan nyata. Hal ini memerlukan keterbukaan antar warganegara sendiri, antara yang kebetulan menjadi penyelenggara negara maupun rakyat jelata, bahkan keterbukaan sistem politik nasional termasuk ideologi Pancasila sendiri. maka suatu keharusan adanya ideologi Pancasila yang terbuka. Masyarakat pluralistik memerlukan keterbukaan sistem, sehingga semua aspirasi mereka dapat tertampung.

          Sejarah perjalanan politik sendiri menunjukkan, bahwa sejak berkem- bangnya pemikiran demokrasi, orang telah mengembangkan keterbukaan di semua aspek kehidupan, lebih-lebih dalam bidang politik. Karakteristik keyakinan politik serta kultur politik modern menuntut adanya “perubahan yang terus menerus” bagi perbaikan hidup manusia. Idealisme kuno yang statis sudah lama ditinggalkan. Modernisme selalu berisi pemikiran-pemikiran untuk terus maju, kemudian disemua aspek hidup itu terus berkembang dalam tamansarinya perdamaian, kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan ketentraman, dan menentang serta mengeliminasi semua bentuk kemiskinan, penindasan, kekerasan, kejahatan, penyakit dan ketidak tertiban.

          Ketika Marquis de Condorcet diguillotine dalam revolusi Perancis, dia lantang mengumandangkan perbaikan masyarakat untuk terus maju menuju “kesempurnaan” hidup. Condorcet meninggal, namun idea kemajuan telah dicatat sejarah. Condorcet yakin, bahwa manusia mampu untuk mencapai perbaikan hidup menuju kesempurnaan yang tidak terbatas, dengan kemampuan reason yang dimiliki manusia. Di kalangan umat Nasrani, dalam memasuki zaman modern dan industri, dikembangkan apa yang dinamakan “Work Ethics” atau etika kerja keras untuk mencapai kesejahteraan yang maksimal di bumi yang telah diberikan Tuhan bagi manusia. Juga umat Islam dianjurkan oleh agamanya untuk : Merubah suatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya (Allah) kepada sesuatu bangsa, sehingga bangsa itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri” (Surat Al-Anfal 53).

          Sila-sila dalam Pancasila bisa tetap sebagai landasan statis, namun dalam menuju nilai tujuan, ideologi Pancasila akan tetap terbuka untuk mencapai sasaran-sasaran yang dinamis. Tuhan sebagai Maha Pencipta alam semesta saja membebaskan manusia untuk merubah dan memperbaiki sikapnya di dunia untuk merubah ni’mat Tuhan kepada posisi yang lebih baik. Maka Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah terbuka bagi pemahaman yang konstruktif untuk mencapai nilai tujuan yang diciptakan bersama.
  
          Sebagai landasan statis, sebagai istilah Bung Karno, maka sila-sila dalam Pancasila pun dapat dibahas terbuka secara ilmiah, seperti yang pernah dikemukakan Prof. Notonegoro dari Universitas Gajah Mada dan pakar-pakar lainnya secara akademik. Namun sila-sila tersebut nyatanya telah teruji secara sejarah akan authentisitasnya bersumber dari rakyat, yang dalam istilah Prof. Beer sebagai “Political Belief”, maka ideologi politik adalah realitas apa adanya (what is), ini berarti tetap terbuka juga untuk penyelidikan ilmiah kapan saja. Pendapat Beer ini kelihatan juga tidak jauh dari pandangan pendekar demokrasi liberal John Locke, ketika mengemukakan prinsip-prinsip ideologis demokrasi liberalnya, bahwa prinsip itu telah menjadi hukum alam yang tetap, namun kapanpun orang bisa berdebat tentang itu. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi, baik dilihat dari sandaran “Landasan Statis” maupun sasaran “Leidster dinamis”, akan tetap terbuka bagi pembahasan yang mendalam atau deliberatif. Dalam keterbukaan itu orang tidak perlu menakutkan timbulnya kondisi akan melemahkan posisi maupun eksistensi ideologi bangsa, akan tetapi justru sebaliknya akan menemukan penguatan kondisi maupun eksistensinya, sebab sekali lagi sebagai sebuah kultur yang telah memiliki label political belief, eksistensinya tidak perlu diragukan lagi.

          Mungkin perlu sekali lagi kita mendengar pendapat filosuf politik humanitarian Marquis de Condorcet (1743-1794) yang banyak berpengaruh ketika ideologi politik sedang banyak diluncurkan di Europa, bahwa manusia akan tetap selalu menuju kearah “Perfektibilitas”, oleh sebab itu sebuah ideologi politik harus terbuka untuk menuju ke sana. Perfektibilitas harus dicapai melalui perjuangan politik, sedang perjuangan untuk pencapaian usaha perbaikan intellektual, perbaikan moral dan kemampuan fisik, dengan intensifikasi pendidikan di semua lapisan penduduk.

          Pada prinsipnya ideologi terbuka adalah suatu pandangan/ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan dapat berinteraksi dengan adanya dinamika secara internal. Ideologi yang wajar adalah ideologi yang bersumber atau berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa. Sedangkan arti keterbukaan ideologi pancasila itu adalah suatu ideologi yang dapat berinteraksi dengan perubahan zaman tanpa mengurangi nilai-nilai pandangan bangsa dan falsafah bangsa indonesia. Serta ideologi yang dapat menerima segala perbedaan yang ada. Bagi masa depan bangsa dan negara, maka tidak ada ruang lain bagi ideologi Pancasila kecuali tetap membuka diri sebagai ideologi terbuka.
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
·         Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
·         Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
·         Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
·         Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga dimensi penting yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idealisme dan Dimensi Fleksibilitas.
Apakah faktor-faktor yang mendorong keterbukaan ideologi pancasila tidak bahaya bagi kelestariannya? 
Tentu tidak karena pada dasarnya, keterbukaan ada di karenakan tekad yang kuat untuk memperkukuh kembali kesadaran nilai-nilai dasar pancasila yang telah ada pada masa lampau dan mengembangkannya untuk mencapai tujuan nasional.
Apa batas-batas keterbukaan ideologi pancasila? Batas-batas keterbukaan ideologi pancasila adalah suatu hal yang tidak boleh melebihi/melanggar dari apa yang sudah ditetapkan,seperti melarang terhadap ideologi komunis,marxisme dan leninisme, melarang berkembangnya paham liberal, dan melarang terhadap pandangan ekstrim yang dapat menghancurkan persatuan bangsa.



Daftra Referensi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar